Ada masa ketika saya mengira kuliah hanyalah soal duduk di kelas, mencatat materi, dan mengerjakan tugas sebelum tenggat. Namun semakin lama berada di lingkungan kampus, saya menyadari bahwa kehidupan akademik tidak pernah sesederhana itu. Kampus bukan hanya tempat belajar, melainkan ruang yang membentuk diri, cara berpikir, dan bagaimana melihat dunia di sekitar. Esai ini adalah refleksi pribadi tentang perjalanan menemukan jati diri melalui pengalaman kuliah yang sering kali tidak terduga.
Satu hal yang paling mengguncang persepsi saya ketika masuk kuliah adalah beragamnya cara orang memandang satu hal yang sama. Dalam satu kelas, satu topik bisa melahirkan puluhan pendapat. Ada yang tegas, ada yang ragu-ragu, ada pula yang berani mempertanyakan hal-hal yang sebelumnya saya anggap sudah pasti. Perbedaan itu sempat membuat saya merasa kecil, tetapi pada saat yang sama membuka pintu untuk belajar menjadi lebih dewasa secara intelektual.
Di kampus, saya belajar bahwa menjadi pintar bukan berarti selalu benar. Terkadang keberanian untuk mendengar dan memahami lebih penting daripada keinginan menunjukkan kemampuan. Dari diskusi spontan di lorong kampus hingga debat panjang di ruang kelas, saya mulai melihat dunia tidak lagi hitam putih, melainkan penuh nuansa yang perlu ditelaah lebih dalam.
Ada momen ketika materi perkuliahan terasa sangat abstrak. Namun lambat laun, saya menemukan bahwa apa yang dibahas di kelas ternyata selalu berhubungan dengan kenyataan yang lebih besar. Dosen membawa contoh dari berita terkini, teman-teman mengaitkan materi dengan pengalaman pribadi, dan tugas-tugas mengharuskan saya membaca situasi sosial secara kritis.
Pengalaman ini membuat saya menyadari bahwa pendidikan bukan terpisah dari kehidupan. Teori yang tampak rumit justru membantu memahami kenapa sesuatu terjadi di masyarakat. Dari sinilah saya belajar bahwa kuliah bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi tentang memahami konteks hidup yang lebih luas.
Ada masa ketika saya merasa sangat percaya diri, tetapi ada pula masa ketika saya mempertanyakan kemampuan diri sendiri. Tugas yang menumpuk, nilai yang tidak sesuai ekspektasi, hingga tekanan organisasi membuat saya bertanya-tanya: apakah saya sedang berjalan di jalur yang tepat?
Proses ini tidak selalu nyaman. Namun justru pergulatan itu yang membuka ruang introspeksi. Saya belajar mengenali batasan dan kekuatan diri, belajar menata ulang prioritas, dan memahami bahwa kegagalan bukan pertanda akhir, melainkan bagian dari proses menuju kedewasaan. Kampus mengajarkan saya bahwa tidak apa-apa merasa lelah, selama tidak berhenti.
Salah satu bagian terbaik dari perjalanan kuliah adalah orang-orang yang ditemui sepanjang jalan. Ada teman yang menemani begadang mengerjakan tugas, teman yang mengajari materi yang saya tidak paham, hingga teman yang secara tidak sadar mengubah cara saya melihat masa depan.
Beberapa pertemanan justru lebih berarti daripada kelas mana pun. Mereka membentuk lingkungan yang aman untuk bertukar pikiran, berdebat, atau sekadar saling mendukung untuk melewati hari yang berat. Dari mereka, saya belajar bahwa perjalanan kuliah bukan sesuatu yang harus dijalani sendirian.
Ada saat ketika saya duduk sendirian di taman kampus, sekadar menatap orang yang lalu-lalang. Di momen seperti itu saya menyadari bahwa kampus adalah miniatur masyarakat. Ada persaingan, ada kolaborasi, ada orang yang sangat ambisius, ada yang pendiam, ada yang idealis, ada yang pragmatis. Semua warna itu mencerminkan kehidupan yang lebih besar di luar sana.
Perlahan, saya belajar mempersiapkan diri menghadapi dunia nyata melalui interaksi sehari-hari di kampus. Cara berkomunikasi, cara menyelesaikan masalah, hingga cara menghadapi konflik menjadi latihan berharga sebelum benar-benar terjun ke dunia profesional.
Tidak semua perjalanan kuliah berjalan mulus. Ada jadwal yang bertabrakan, organisasi yang rumit, dosen yang sulit ditemui, hingga dinamika sosial yang kadang melelahkan. Namun di balik semua itu, saya belajar melihat setiap pengalaman sebagai bagian dari proses pembentukan diri.
Kini saya percaya bahwa kampus bukan hanya tempat menimba ilmu akademik, tetapi tempat memahami diri sendiri dan dunia. Di sinilah saya belajar bahwa perjalanan pendidikan adalah perjalanan hidup, bukan sekadar proses belajar di kelas, melainkan proses mengenal siapa saya dan menjadi versi terbaik dari diri yang terus berkembang.
Belum ada komentar, jadilah yang pertama mengomentari artikel ini