Dalam praktiknya, pendidikan sering dipahami sebagai perlombaan. Siapa yang paling cepat paham, paling tinggi nilainya, dan paling banyak prestasinya dianggap paling berhasil. Tanpa disadari, cara pandang ini membuat proses belajar kehilangan makna dasarnya. Pendidikan bukan tentang siapa yang lebih dulu sampai, tetapi tentang bagaimana setiap individu bertumbuh sesuai tahap dan kemampuannya.
Setiap peserta didik memiliki latar belakang, ritme belajar, dan cara memahami yang berbeda. Ada yang cepat menangkap pelajaran, ada pula yang membutuhkan waktu lebih lama. Ketika pendidikan diseragamkan dalam satu standar waktu dan capaian, siswa yang tertinggal sering kali merasa gagal, padahal mereka hanya sedang berada pada fase belajar yang berbeda.
Tekanan untuk selalu “lebih cepat” dan “lebih unggul” dapat berdampak buruk pada kesehatan mental siswa. Rasa cemas, takut tertinggal, dan minder menjadi hal yang umum. Dalam kondisi ini, belajar tidak lagi menjadi proses yang menyenangkan, melainkan beban yang harus dituntaskan.
Pendidikan sebagai proses menuntut kesabaran. Guru tidak hanya berperan sebagai penyampai materi, tetapi sebagai pendamping perjalanan belajar. Menghargai usaha, bukan hanya hasil, adalah kunci utama. Ketika siswa merasa usahanya diakui, motivasi intrinsik akan tumbuh dengan lebih kuat.
Kesalahan dalam belajar seharusnya dipandang sebagai bagian alami dari proses, bukan sesuatu yang harus dihukum. Dari kesalahan, siswa belajar berpikir kritis, reflektif, dan bertanggung jawab. Pendidikan yang sehat memberi ruang untuk salah dan bangkit kembali.
Orang tua juga memiliki peran besar dalam membentuk cara pandang ini. Ekspektasi yang terlalu tinggi dan perbandingan dengan anak lain sering kali memperparah tekanan belajar. Dukungan emosional dan penghargaan terhadap progres kecil jauh lebih berarti daripada tuntutan tanpa empati.
Ketika pendidikan dipahami sebagai proses jangka panjang, fokus akan bergeser dari angka ke makna. Belajar tidak lagi sekadar mengejar nilai, tetapi membangun pemahaman, karakter, dan ketangguhan.
Pada akhirnya, pendidikan yang manusiawi adalah pendidikan yang menghargai perjalanan setiap individu. Bukan siapa yang paling cepat, tetapi siapa yang terus bertumbuh. Dengan cara pandang ini, pendidikan akan menjadi ruang yang adil dan menenangkan bagi semua.
Guest - Universitas Terbuka
Pelajar dan content creator yang suka berbagi edukasi, motivasi, dan perjalanan hidup.
Belum ada komentar, jadilah yang pertama mengomentari artikel ini