Belajar Mengenal Diri Sendiri Di Tengah Tekanan Akademik, Refleksi Mahasiswa Tentang Arti Tumbuh


Muhammad Rizky
Muhammad Rizky
Belajar Mengenal Diri Sendiri Di Tengah Tekanan Akademik, Refleksi Mahasiswa Tentang Arti Tumbuh
Belajar Mengenal Diri Sendiri Di Tengah Tekanan Akademik, Refleksi Mahasiswa Tentang Arti Tumbuh

Ada satu fase dalam kehidupan kampus ketika saya merasa berjalan terlalu jauh dari diri sendiri. Tugas, target, tuntutan, ekspektasi—semuanya menumpuk dan secara perlahan membuat saya lupa siapa saya dan apa yang sebenarnya ingin saya capai. Fase itu menghadirkan kekosongan yang sulit dijelaskan, tetapi justru menjadi titik awal saya memahami pentingnya mengenal diri sendiri di tengah tekanan akademik yang terus datang tanpa jeda.

Ketika Prestasi Menjadi Identitas

Sejak awal kuliah, saya menjadikan prestasi sebagai standar nilai diri. Nilai A terasa seperti validasi, sementara nilai di bawahnya membuat saya merasa gagal. Saya sibuk mengejar pengakuan dan lupa bahwa nilai bukan satu-satunya ukuran kompetensi. Semakin saya terpaku pada angka, semakin saya terasing dari motivasi asli saya untuk belajar.
Pada suatu titik, saya bertanya pada diri sendiri: apakah saya belajar untuk berkembang atau hanya untuk diakui? Pertanyaan sederhana itu membuka pintu besar menuju refleksi yang selama ini saya hindari.

Momen Ketika Saya Tersadar

Kesadaran itu muncul bukan dari hal besar, melainkan dari kelelahan yang berlarut-larut. Setiap malam saya belajar dengan target berlebihan, setiap pagi saya bangun dengan kecemasan. Hingga suatu hari, saya menyadari bahwa saya sedang menjalani hidup berdasarkan ekspektasi orang lain, bukan keinginan pribadi.
Saya mulai menuliskan apa yang membuat saya bahagia, apa yang membuat saya cemas, dan apa yang sebenarnya ingin saya perjuangkan. Dari sana saya menemukan bahwa saya jarang sekali memberi kesempatan untuk mendengarkan isi hati sendiri.

Menata Ulang Fokus dan Ekspektasi

Mengenal diri membuat saya berani mengatur ulang prioritas. Saya mulai memilih kegiatan yang selaras dengan minat jangka panjang, bukan hanya karena “menambah poin CV.” Saya belajar mengatakan tidak pada ajakan yang menguras energi.
Lebih penting lagi, saya mulai memahami cara tubuh dan pikiran bekerja. Ada hari ketika saya produktif, ada hari ketika saya harus beristirahat. Saya tidak lagi memaksakan ritme yang sama setiap waktu, dan itu memberi ruang bagi diri saya untuk tumbuh secara alami.

Belajar Menerima Keterbatasan

Salah satu bagian paling sulit dari proses mengenal diri adalah menerima bahwa saya memiliki batas. Di lingkungan kampus, kita sering merasa harus bisa melakukan semuanya. Namun saya akhirnya mengerti bahwa batasan tidak membuat saya lemah. Justru dengan mengenali batasan, saya bisa menentukan strategi yang lebih tepat.
Ketika saya mulai menerima bahwa tidak semua target harus dicapai sekaligus, tekanan di bahu saya terasa jauh lebih ringan. Saya mulai menilai keberhasilan dari proses, bukan hanya hasil.

Arti Tumbuh dalam Versi Saya

Setelah melewati fase refleksi panjang, saya memahami bahwa tumbuh dalam konteks kehidupan kampus bukan tentang menjadi sempurna. Tumbuh berarti memahami diri sendiri lebih dalam, menyadari apa yang penting, dan berani mengambil langkah sesuai nilai pribadi.
Pertumbuhan tidak selalu terlihat dari pencapaian besar; sering kali ia muncul dari momen sunyi ketika kita menyadari alasan kita belajar, berjuang, dan bertahan.
Setiap mahasiswa memiliki perjalanan unik, demikian pula saya. Dari belajar menerima diri, menata ulang prioritas, hingga membangun keberanian untuk menjalani hidup sesuai ritme pribadi—semua itu menjadi bagian dari proses tumbuh yang tak ternilai.
Melalui perjalanan ini saya belajar bahwa mengenal diri bukan akhir, melainkan proses seumur hidup yang akan terus membimbing langkah-langkah berikutnya, baik di kampus maupun setelah lulus.


YukBelajar.com Banner Bersponsor

Suka

Tentang Penulis


Muhammad Rizky

Muhammad Rizky

Mahasiswa - Universitas Ma'soem

Penulis Bandung

Tulis Komentar


0 / 1000