Setiap kali pemerintah memperbarui kurikulum, muncul berbagai pertanyaan dari orang tua, guru, hingga pelajar. Mengapa harus berubah? Apakah kurikulum lama tidak relevan? Pertanyaan itu wajar muncul karena kurikulum adalah peta belajar yang menentukan apa yang akan dipelajari anak Indonesia selama bertahun-tahun. Jika peta itu tidak akurat, peserta didik bisa tersesat dalam persaingan global.
Kurikulum modern tidak hanya berfokus pada penguasaan teori, tetapi juga kompetensi yang dibutuhkan dunia nyata seperti literasi digital, kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan keterampilan memecahkan masalah. Namun, banyak guru masih bertanya, apakah implementasi di lapangan sudah sejalan dengan tuntutan tersebut? Sebagian sekolah maju telah menerapkan pembelajaran berbasis proyek dan teknologi, tetapi masih ada sekolah yang berjuang mengejar ketertinggalan.
Sering kali kurikulum dianggap sebagai dokumen administratif. Padahal keberhasilannya sangat bergantung pada guru sebagai pelaksana utama. Guru bukan sekadar penyampai materi, melainkan perancang pengalaman belajar. Pertanyaannya, apakah guru sudah mendapat pelatihan memadai? Apakah mereka memiliki akses teknologi yang mendukung pembelajaran? Banyak di antaranya masih menghadapi tantangan seperti kelas besar, fasilitas terbatas, dan beban administratif yang berat.
Salah satu kritik terbesar pada sistem pendidikan adalah penilaian yang terlalu fokus pada nilai ujian. Padahal penilaian yang baik seharusnya mengukur proses, bukan hanya hasil akhir. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana menilai kreativitas, kolaborasi, atau kemampuan berpikir kritis? Banyak sekolah mulai memperkenalkan portofolio, penilaian berbasis proyek, serta observasi perilaku belajar untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh.
Ketika teknologi berkembang pesat, kurikulum harus bergerak seiring perubahan itu. Platform digital, pembelajaran mandiri, dan AI edukasi memberikan peluang baru dalam proses belajar. Namun, muncul pertanyaan lanjutan: apakah kurikulum kita cukup fleksibel untuk mengakomodasi inovasi teknologi? Masih ada sekolah yang belum memiliki akses internet stabil, sehingga pemerataan menjadi isu penting dalam transformasi ini.
Penerapan Kurikulum Merdeka memberikan ruang bagi sekolah untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didik. Pendekatan ini menekankan pada pemahaman konsep, projek profil pelajar Pancasila, serta fleksibilitas dalam memilih capaian pembelajaran. Namun, apakah semua sekolah siap? Banyak guru antusias, tetapi tidak sedikit pula yang masih kebingungan dalam menyusun modul ajar atau menilai projek.
Perubahan kurikulum tidak bisa dihindari karena dunia terus bergerak. Tantangan terbesar bukan hanya di konsep, tetapi pada implementasi. Kurikulum masa depan perlu lebih adaptif, berbasis data, fleksibel terhadap perkembangan teknologi, dan sensitif terhadap kebutuhan sosial masyarakat. Jika pembaruan dilakukan berkelanjutan dan melibatkan semua pihak guru, siswa, orang tua, akademisi maka kurikulum dapat benar-benar menjadi peta yang membawa generasi muda ke masa depan yang kompetitif dan berdaya saing.
Belum ada komentar, jadilah yang pertama mengomentari artikel ini