Mengapa Mahasiswa Jago Multitasking Tapi Sering Kewalahan? Fenomena Menarik Yang Perlu Dipahami


Muhammad Rizky
Muhammad Rizky
Mengapa Mahasiswa Jago Multitasking Tapi Sering Kewalahan? Fenomena Menarik Yang Perlu Dipahami
Mengapa Mahasiswa Jago Multitasking Tapi Sering Kewalahan? Fenomena Menarik Yang Perlu Dipahami

Banyak mahasiswa dikenal lincah mengerjakan banyak hal sekaligus. Mereka bisa rapat organisasi sambil menyusun tugas, membalas chat kelompok sambil mengikuti kelas, atau mengedit desain sambil menunggu bimbingan. Sekilas terlihat produktif, namun faktanya tidak sedikit dari mereka yang merasa kewalahan. Fenomena ini menarik, karena memperlihatkan paradoks antara kemampuan multitasking dan kondisi mental yang sebenarnya.
Keseharian yang padat sering kali membuat mahasiswa terbiasa membagi fokus. Namun kebiasaan ini diam-diam menciptakan tekanan. Tubuh terus bekerja, pikiran terus aktif, tetapi ruang rehat hampir tidak ada. Ketika ini berlangsung terlalu lama, dampaknya bukan hanya rasa capek, melainkan juga gangguan pada konsentrasi, motivasi, dan kestabilan emosional.

Budaya “Harus Produktif” yang Membentuk Gaya Hidup

Di banyak lingkungan kampus, produktivitas menjadi standar tidak tertulis. Mahasiswa yang aktif di banyak bidang sering dijadikan panutan, sementara mereka yang hanya fokus kuliah dianggap kurang berkembang. Tekanan sosial inilah yang membuat mahasiswa merasa perlu mengambil banyak peran sekaligus.
Tanpa disadari, budaya ini mempengaruhi cara mereka melihat diri sendiri. Mereka takut dianggap pasif, takut kehilangan peluang, bahkan takut tertinggal. Akhirnya, pekerjaan menumpuk dan waktu rehat dianggap tidak produktif. Multitasking pun menjadi solusi cepat, meski efeknya pada kesejahteraan mental sering diabaikan.

Fenomena “Otak Sibuk tapi Tidak Selesai-Selesai”

Menariknya, multitasking justru sering membuat pekerjaan makin lama selesai. Saat berpindah-pindah tugas, otak butuh waktu untuk menyesuaikan fokus kembali. Ini membuat energi mental cepat terkuras.
Meski begitu, banyak mahasiswa tetap melakukannya karena merasa itu satu-satunya cara mengejar deadline. Alhasil, tubuh dan pikiran tetap berjalan tanpa henti, tetapi hasil tidak selalu maksimal. Kondisi inilah yang membuat mereka merasa sibuk sepanjang hari namun tetap kewalahan.

Apa yang Sebenarnya Dibutuhkan Agar Tetap Sehat Secara Mental?

Mahasiswa pada dasarnya butuh ritme belajar dan bekerja yang lebih realistis. Bukan sekadar manajemen waktu, tetapi juga manajemen energi. Fokus pada satu tugas dalam waktu tertentu terbukti lebih efektif dan mengurangi stres.
Selain itu, mahasiswa perlu memahami bahwa waktu istirahat bukanlah bentuk kemalasan. Justru menjadi bagian penting untuk menjaga performa akademik dan daya kreativitas. Lingkungan kampus pun perlu memberi ruang bagi mahasiswa untuk beristirahat tanpa merasa bersalah.

Mengapa Penting Membicarakan Hal Ini Sekarang?

Perubahan gaya hidup kampus pasca pandemi, tuntutan kuliah hybrid, hingga arus informasi digital membuat mahasiswa lebih mudah terjebak dalam kesibukan tanpa arah. Kondisi mental pun lebih rentan.
Dengan membicarakan fenomena ini, mahasiswa dapat mulai menyadari batas tubuh dan pikirannya. Mereka bisa memilih aktivitas yang benar-benar bermanfaat, membangun prioritas, dan menjaga kesehatan mental, tanpa kehilangan kesempatan berkembang.

Jika multitasking membuat mahasiswa tampak hebat, keseimbangan hidup lah yang membuat mereka benar-benar kuat.

 


Tryout.id: Solusi Pasti Lulus Ujian, Tes Kerja, Dan Masuk Kuliah Banner Bersponsor

Suka

Tentang Penulis


Muhammad Rizky

Muhammad Rizky

Mahasiswa - Universitas Ma'soem

Penulis Bandung

Tulis Komentar


0 / 1000